Empowerment, Stress dan Konflik (Portofolio 3)

Empowerment, Stress dan Konflik
A. Definisi empowerment
Menurut Webster (dalam Muniarti, 2008 ) mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama, pemberdayaan diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau7 mendelegasikan otoritas kepada pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, pemeberdayaan diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan.
B. Kunci Efektif empowerment dalam manajemen
Konsep pemberdayaan (empowerment), menurut Friedmann muncul karena adanya dua primise mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pada masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Selanjutnya Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
Soetrisno (1995:139) mengemukakan bahwa paradigma pemberdayaan (empowerment) ingin mengubah kondisi tersebut dengan cara memberi kesempatan pada kelompok orang miskin untuk merencanakan dan kemudian melaksanakan program pembangunan yang juga mereka pilih sendiri. Kelompok orang miskin ini juga diberi kesempatan untuk mengelola dana pembangunan, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain. Kemudian timbul pertanyaan, apa perbedaan antara model pembangunan partisipatif dengan model pemberdayaan rakyat (empowerment). Perbedaannya terlihat bahwa dalam model pemberdayaan, rakyat miskin tidak hanya aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan program, perencanaan, dan pelaksanaannya tetapi mereka juga menguasai dana pelaksanaan program itu. Sementara dalam model pembangunan yang partisipatif keterlibatan rakyat dalam proses pembangunan hanya sebatas pada pemilikan, perencanaan dan pelaksanaan, sedangkan pemerintah tetap menguasai dana guna mendukung pelaksanaan program tersebut.
C. Definisi Stress
Menurut Handoko (dalam Umar, 1998) stress merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir dan kondisi seseorang. Kondisi yang cnderung menyebabkan stress disebut stressor. Menurut Selye (dalam Soeharto) stress adalah respon yang tidak spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang diterimanya.
D. Sumber-sumber stress
Menurut Prijosaksono dan kurniali ( dalam Zainul, 2007) sumber stress utama dibagi menjadi empat golongan:
1. Survival stress, stress ini dapat terjadi dalam suatu keadaan dimana keselamatan jiwa terancam
2. Internally stress, hal ini dapat disebabkan oleh kekhawatiran yang berlebihan atas yang diluar kontrol kita, biasanya ini terjadi akibat tingkah laku kita sendiri, atau suatu keadaan yang kita ciptakan sendiri
3. Environmental & job stress, lingkungan kerja yang tidak kondusif, tempat tinggal yang tidak nyaman dan sumpek, kemacetan lalulintas bisa memicu stress.
4. Fatigue & overwork, terlampau banyak hal yang ingin dikejar, dikerjakan, dan banyak rencana namun tidak fokus dapat memicu stress. Demikian pula dengan orang yang terjebak ke dalam perilaku kerja berlebihan (workaholic), maka ia masuk dalam perangkap stress of ovework
E. Pendekatan terhadap stress
1. Pendekatan individu
Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah:
a. Teknik manajemen waktu
b. Meningkatkan latihan fisik
c. Pelatihan pengenduran (relaksasi)
d. Perluasan jaringan dukungan sosial
2. Pendekatan Perusahaan
Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:
a. Perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja
b. Penggunaan penetapan tujuan yang realistis
c. Perancangan ulang pekerjaan
d. Peningkatan keterlibatan kerja
e. Perbaikan komunikasi organisasi
f. Penegakkan program kesejahteraan korporasi (Robbins, 2002: 311-312)
F. Definisi Konflik
Menurut Soejono Soekanto (dalam) mengungkapkan bahwa konflik merupakan pertentangan untuk berusaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang piak lawan. Konflik adalah perjuangan nilai atau atau tututan atas status (Coser dalam). Menurut Shah Mad konflik merupakan suatu suasana yang melibatkan pertentangan antara dua belah pihak akibat daripada ketidaksamaan matlamat yang hendak dicapai, ketidakselarasan aktivi kearah pencapaian
G. Jenis-jenis Konflik
Handoko (1997) membedakan ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu; (1) konflik dalam diri individu, (2) konflik antar individu dalam organisasi, (3) konflik antar individu dan kelompok, (4) konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, dan (5) konflik antar organisasi. Hunt and Metcalf (1996: 97) membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan interpersonal conflict (konflik interpersonal). Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat 14menggangu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok (intragroup conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict). Dalam penelitian ini titik fokusnya adalah pada konflik sosial remaja, dan bukan konflik dalam diri individu (intrapersonal conflict).
H. Proses Konflik
Louis R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima episode konflik yang disebut “Pondys Model of Organizational Conflict”. Menurutnya, konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun, yaitu : latent conflict, perceived conflict, felt conflict, manifest conflict and conflict aftermath.
– Tahap I, Konflik terpendam. Konflik ini merupakan bibit konflik yang bisa terjadi dalam interaksi individu ataupun kelompok dalam organisasi, oleh karena set up organisasi dan perbedaan konsepsi, namun masih dibawah permukaan. Konflik ini berpotensi untuk sewaktu-waktu muncul ke permukaan.
– Tahap II, Konflik yang terpersepsi. Fase ini dimulai ketika para actor yg terlibat mulai mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk cara mereka memandang, menentukan pentingnya isu-isu, membuat asumsi-asumsi terhadap motif-motif dan posisi kelompok lawan.
– Tahap III, Konflik yang terasa. Fase ini dimulai ketika para individu atau kelompok yang terlibat menyadari konflik dan merasakan penglaman-pengalaman yang bersifat emosi, seperti kemarahan, frustasi, ketakutan, dan kegelisahan yang melukai perasaan.
– Tahap IV, Konflik yang termanifestasi. Pada fase ini salah satu pihak memutuskan bereaksi menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba saling menyakiti dan menggagalkan tujuan lawan. Misalnya agresi terbuka, demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan sebagainya.
– Tahap V, Konflik sesudah penyelesaian. Fase ini adalah fase sesudah konflik diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan baik hasilnya berpengaruh baik pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya (disfungsional).

DAFTAR PUSTAKA
Muniarti. (2008). Manajemen stratejik. Jakarta: Citapustaka Media Printis
Umar, H. (1998). Sumber daya manusia dalam organisasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Zainul, Z. (2007). Kekuatan metode lafidzi. Jakarta: Qultum Media
Shah, I. M. (2006). Kepemimpinan dan hubunganinterpesonal dalam organisasi. Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia
Soeharto, I. (2002). Penyakit jantung koroner dan serangan jantung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Pudjiastiti, P. (2006). Sosiologi XI. Jakarta: Grasindo

Klik untuk mengakses Rini23.pdf

Klik untuk mengakses BAB%202%20-%2008104241005.pdf

http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&view=article&id=1105:konflik-dalam-organisasi-berkat-atau-kutuk-bagian-iii&catid=42:artikel-minggu-ini&Itemid=90

Tugas Portofolio 2 (Psikologi Manajemen)

I. Actuating dalam manajemen
A. Definisi actuating dalam manajemen
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut. Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika :
1. Merasa yakin akan mampu mengerjakan,
2. Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya
3. Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak
4. Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan
5. Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
B. Pentingnya actuating dalam manajemen
Fungsi-fungsi manajemen menurut George R. Terry (Disingkat POAC) dalam Mulyono (2008:23), yaitu “planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan),controlling (pengendalian)”. Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa, “Actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.” Jadi actuating adalah usaha menggerakkan seluruh orang yang terkait, untuk secara bersama-sama melaksanakan program kegiatan sesuai dengan bidang masing-masing dengan cara yang terbaik dan benar. Actuating merupakan fungsi yang paling fundamental dalam manajemen, karena merupakan pengupayaan berbagai jenis tindakan itu sendiri, agar semua anggota kelompok mulai dari tingkat teratas sampai terbawah, berusaha mencapai sasaran organisasi sesuai rencana yang telah ditetapkan semula, dengan cara terbaik dan benar. Memang diakui bahwa usaha-usaha perencanaan dan pengorganisasian bersifat vital, tetapi tidak akan ada output konkrit yang akan dihasilkan sampai kita mengimplementasi aktivitas-aktivitas yang diusahakan dan yang diorganisasi. Untuk maksud itu maka diperlukan tindakan penggerakan (actuating) atau usaha untuk menimbulkan action.
C. Prinsip actuating dalam manajemen
Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda. Ada beberapa prinsip yang dilakukan oleh pimpinan perusahan dalam melakukan actuating, yaitu:
 Prinsip mengarah kepada tujuan : Tujuan pokok dari pengarahan nampak pada prinsip yang menyatakan bahwa makin efektifnya proses pengarahan, akan semakin besar sumbangan bawahan terhadap usaha mencapai tujuan. Pengarahan tidak dapat berdiri sendiri,artinya dalam melaksanakan fungsi pengarahan perlu mendapatkan dukungan/bantuan dari factor-faktor lain seperti :perencanaan, struktur organisasi, tenaga kerja yang cukup, pengawasan yang efektif dan kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan bawahan.
 Prinsip keharmonisan dengan tujuan : Orang-orang bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang mungkn tidak mungkin sama dengan tujuan perusahaan. Mereka mengkehendaki demikian dengan harapan tidak terjadi penyimpangan yang terlalu besar dan kebutuhan mereka dapat dijadikan sebagai pelengkap serta harmonis dengan kepentingan perusahaan. Semua ini dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu. Motivasi yang baik akan mendorong orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang wajar. Sedang kebutuhan akan terpenuhi apabila mereka dapat bekerja dengan baik, dan pada saat itulah mereka menyumbangkan kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.
 Prinsip kesatuan komando : Prinsip kesatuan komando ini sangat penting untuk menyatukan arah tujuan dan tangggung jawab para bawahan. Bilamana para bawahan hanya memiliki satu jalur didalam melaporkan segala kegiatannya. Dan hanya ditujukan kepada satu pimpinan saja, maka pertentangan didalam pemberian instruksi dapat dikurangi, serta semakin besar tanggung jawab mereka untuk memperoleh hasil maksimal.

D. Pentingnya mencapai actuating managerial yang efektif
Dalam memimpin ada kegiatan direction (perintah) dan motivasi. Perintah adalah petunjuk atau penjelasan kerja, serta pertimbangan dan bimbingan, terdapat para pelaku organisasi yang terlibat, baik secara struktural maupun fungsional, agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar. Dalam pelaksanaannya direction (perintah) seringkali dilakukan bersamaan dengan controlling. Jika perintah yang disampaikan pemimpin sesuai dengan kemauan dan kemampuan dari staff, maka staff pun akan termotivasi untuk memberdayakan potensinya dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Sedangkan motivasi dapat dilakukan dengan cara mejadikan staff sebagai rekan kerja, serta memberikan reward (penghargaan) apabila staff bekerja secara baik
 Menciptakan kerjasama yang lebih efisien
 Mengembangkan kemampuan & keterampilan staff
 Menumbuhkan rasa memiliki & menyukai pekerjaan
 Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi & prestasi kerja staff
 Membuat organisasi berkembang secara dinamis.

II. Megendalikan Fungsi Manajemen
A. Definisi controlling manajemen
Pengawasan, pengendalian atau Controlling adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan semula.

B. Langkah-langkah controlling manajemen
Mochler dalam Stoner James, A. F. (1988) menetapkan empat langkah dalam proses pengendalian, yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan standard dan metode yang digunakan untuk mengukur prestasi, standar yang dimaksud adalah criteria yang sederhana untuk prestasi kerja yakni, titik-titik yang terpilih dalam seluruh program perencanaan untuk mengukur prestasi kerja tersebut guna memberikan tanda kepada manajer tentang perkembangan yang terjadi dalam perusahaan itu tanpa perlu mengawasi setiap langkah untuk proses pelaksanaan tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.
2. Mengukur prestasi kerja, idealnya dilaksanakan atas dasar pandangan kedepan, sehingga penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi aristandar dapat diketahui lebih dahulu.
3. Menganalisis apakah prestasi kerja memenuhi syarat, dengan membandingkan hasil pengukuran dengan target atau standar yang telah ditetapkan. Bila prestasi sesuai dengan standar manajer akan menilai bahwa segala sesuatunya beda dalam kendali.
4. Mengambil tindakan Korektif, proses pengawasan tidak lengkap bila tidak diambil tindakan untuk membetulkan penyimpangan yang terjadi. Apabila prestasi kerja diukur dalam standar, maka pembetulan penyimpangan yang terjadi dapat dipercepat karena manajer sudah mengetahui dengan tepat, terhadap bagian mana dari pelaksanaan tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.
C. Tipe-tipe control dalam manajemen
Daft (2003:12) mengatakan bahwa perbedaan tipe-tipe manajemen tersebut dapat dilihat secara vertical maupun horizontal berikut penjelasannya :
1. Vertical Difference secara vertical manajer terdiri atas :
– Top manager yaitu seorang manajer yang berada pada hierarki teratas dalam organisasi dan bertanggung jawab atas keseluruhan organisasi.
– Middle manager, seorang manajer yang bekerja level menengah organisasi dan bertanggung jawab atas departemen-departemen utama.
– Front-line manager, seorang manajer yang berada pada level manajemen pertama yang berada pada level manajemen pertama atau kedua dan bertanggung jawab langsung terhadap produksi barang dan jasa.
2. Horizontal Difference, secara horizontal manager dibedakan menjadi :
– Functional manager, seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap sebuah departemen atau melaksanakan sebuah tugas fungsional tunggal dan memiliki karyawan dengan pendidikan dan keahlian yang sama.
– General manager, seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap beberapa departemen yang melaksanakan fungsi-fungsi yang berbeda.

D. Menjelaskan control fokus manajemen
Proses mengendalikan manajemen yang baik sebenarnya formal, namun sifat pengendalian informal masih banyak terjadi. Pengendalian manajemen formal merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan satu sama lain, terdiri dari proses :
1. Pemrograman, dalam tahap ini perusahaan menentukan program-program yang dilaksanakan dan memperkirakan sumber daya yang akan dialokasikan untuk setiap program yang telah ditentukan.
2. Penganggaran, pada tahap ini program yang telah direncanakan secara terperinci dinyatakan dalam satuan moneter untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran ini berdasarkan pada kumpulan anggaran dari pusat petanggung jawaban.
3. Operasi dan Akuntansi, dalam tahap ini telah dilaksanakan pencatatan mengenai berbagai sumber daya yang akan digunakan dan penerimaan-penerimaan yang dihasilkan.
4. Laporan dan Analisis, tahap ini merupakan tahapan yang paling penting karena menutup suatu sikulus dari proses dari pengendalian manajemen agar data untuk proses pertanggung jawaban akuntansi dapat dikumpulkan.

III. Kekuasaan & Pengaruh
a. Definisi kekuasaan
Menurut Robbins (2008) kekuasaan (power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu (budiardjo, 1972).
b. Sumber-Sumber Kekuasaan
1. Sumber kekuasaan biasanya dibagi menjadi dua kelompok besar (Robbins dan Judge, 2007), yaitu:
Sumber kekuasaan antar individu (interpersonal sources of power).
Kekuasaan Formal (Formal Power) adalah kekuasaan yang didasarkan pada posisi individual dalam suatu organisasi. Kekuasaan ini dapat berasal dari:
i) Kemampuan untuk memaksa (coercive power),
ii) Kemampuan untuk memberi imbalan (reward power)
iii) Kekuatan formal (legitimate power).
Kekuasaan Personal (Personal Power) adalah kekuasaan yang berasal dari
karakteristik unik yang dimiliki seorang individu. Kekuasaan ini dapat berasal
dari:
– Kekuasaan karena dianggap ahli (Expert Power)
– Kekuasaan karena dijadikan contoh (Referent Power)
2. Sumber kekuasaan struktural (structural sources of power). Kekuasaan ini juga dikenal dengan istilah inter-group atau inter-departmental power yang merupakan sumber kekuasaan kelompok.
3. Sumber Antar Individu
Pada paragrap berikut, penulis akan membahas pengertian masing-masing kekuasaan yang telah disebutkan (Hughes et all, 2009):
1. Kekuasaan Memaksa (Coercive Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki kemampuan untuk memberikan hukuman (akibat negatif) atau meniadakan kejadian yang positif terhadap orang lain. Pada suatu organisasi, biasanya seseorang tunduk pada atasannya karena takut dipecat, atau diturunkan dari jabatannya. Kekuasaan ini juga dapat dimiliki seseorang karena ia mempunyai informasi yang sangat penting mengenai orang lain, yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap orang tersebut.
2. Kekuasaan Memberi Imbalan (Reward Power)
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan sumber-daya yang dapat mempengaruhi orang lain, misalnya: ia dapat menaikkan jabatan, memberikan bonus, menaikkan gaji, atau hal-hal positif lainnya.
3. Kekuasaan Resmi (Legitimate Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki posisi sebagai pejabat pada struktur organisasi formal. Orang ini memiliki kekuasaan resmi untuk mengendalikan dan menggunakan sumber-daya yang ada dalam organisasi. Kekuasaannya meliputi kekuatan untuk memaksa dan memberi imbalan. Anggota organisasi biasanya akan mendengarkan dan melaksanakan apa yang dikatakan oleh pemimpinnya, karena ia memiliki kekuasaan formal dalam organisasi yang dipimpinnya.
c. Definisi Pengaruh
Menurut Wirjayanto, pengaruh merupakan tokoh formal maupun informal didalam masyarakat, mempunyai cirri lebih cosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi. Menurut Uwe Becker, pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang yang berbeda dengan kakuasaan tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan. Menurut Albert R. Roberts dan Gilbert, pengaruh adalah wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.
d. Menjelaskan pengaruh taktik organisasi

Taktik mempengaruhi adalah cara-cara yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik orang yang merupaka atasan, setingkat, atau bawahanya. Dengan mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat mempengruhi orang lain dengantidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Hasil penelitian Yukl dkk, menunjukan ada Sembilan jenis taktik yang biasa digunakan didalam organisasi yaitu :
1. Persuasi rasional, terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan alasan yang logis dan bukti-bukti nyata agar orang lain tertarik.
2. Konsultasi, terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan mengajak dan melibatkan orang yang dijadikan target untuk berpartisipasi dalam pembuatan suatu rencana yang akan dilaksanakan.
3. Mengucapkan kata-kata manis, terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan kata-kata yang membahagiakan.
4. Daya tarik pribadi, terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain atau memintanya untuk melakukan sesuatu karena merupakan teman atau karena dianggap loyal.
5. Pertukaran, terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan memberikan suatu keuntungan tertentu kepada orang yang dijadikan target.
6. Koalisi, terjadi jika seseorang meminta bantuan dan dukungan dari orang lain untuk membujuk agar orang yang dijadikan target setuju.
7. Tekanan, terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan ancaman atau permintaan berulang-ulang dalam meminta sesuatu.
8. Mengesahkan, terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan jabatannya, kekuasannya, atau dengan mengatakan bahwa suatu permintaan adalah sesuai dengan kebijakan atau aturan organiasi.

DAFTAR PUSTAKA
Sari, Segitiga. (2013). http://segita-19.blogspot.com/2013/11/actuating-dalam-manajemen.html. 03 November 2014-11-04
Marianti, M.M. (2011). Kekuasaan dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol.7, No.1